Tuesday 26 February 2013

nifas menurut agama islam



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  latar belakang
Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya ( 2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, makaitu bukan nifas.

           Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits."

            Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah masa (40hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada masa mendatang.

1.2   Tujuan
makalah ini di buat bertujuan untuk mengetahui apa itu nifas secara hukum islam kserta ketentuan ketentuannya.

1.3  Rumusan masalah
a.       definisi nifas
b.      ketentuan hukum nifas
c.       naqa’  dalam 60 hari
d.      mandi nifas
BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Definisi Nifas
Nifas ialah darah yang keluar dari farji orang perempuan setelah ia usai melahirkan sekalipun yang dilahirkannya belum berbentuk manusia dan rahim telah menjadi kosong. Dengan demikian darah yang keluar diantara lahirnya dua anak kembar bukanlah nifas, melainkan bisa saja haidl jika memenuhi ketentuan-ketentuan hukum haidl dan jika tidak maka darah tersebut adalah darah rusak/istihadhah.
Adapu masanya menurut hasil pengamatan Imam Syafi’I, sedikit-dikitnya satu majjah-satu tetes-, pada umumnya 40 hari dan selama-lamanya 60 hari.

2.2  Ketentuan-ketentuan Hukum Nifas
Darah yang keluar setelah melahirkan bisa dihukumi nifas jika sudah memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Jarak antara keluarnya darah dan usai melahirkan tidak melampauhi 15 hari. Jadi apabila darah keluar pada jarak 20 hari dari usai melahirkan misalnya, maka darah tersebut bukan darah nifas, tetapi mungkin darah haidl apabila memenuhi ketentuan-ketentuan hukum haidl dan jika tidak memenuhi, maka berarti darah istihadlah/rusak.
2. Adanya darah tidak melampaui masa 60 hari terhitung dari usia melahirkan. Sebab jika melewati masa 60 hari dengan tanpa adanya masa suci yang memisah walaupun sebentar, maka yang demikian tadi termasuk masalah istihadlah dalam nifas. Misalnya:
2.3 Naqa’ dalam Masa 60 hari
Naqa’ – tidak keluar darah – di dalam masa 60 hari kejadiannya ada beberapa kemungkinan yang kesemuanya berakibat pada hukum yang berbeda-beda, yaitu:
1. Naqa’ berada diantara usai melahirkan dan datangnya darah. Apabila datangnya darah pada jarak kurang dari 15 hari sejak usai melahirkan, maka darah tadi dinamakan nifas dan masa naqa’ tersebut hukumnya suci, namun termasuk dalam hitungan masa nifas. Misalnya:
2. Naqa’ berada diantara dua darah. Dalam hal ini apabila masa naqa’ tidak mencapai 15 hari, maka kedua darah sebelum dan sesudah naqa’ hukumnya satu yaitu nifas, demikian pula masa naqa’ itu sendiri hukumnya juga nifas. Misalnya:
Namun jika masa naqa’ antara dua darah mencapai 15 hari atau bahkan lebih, maka darah yang sesudah naqa’ adalah haidl jika memenuhi ketentuan-ketentuan hukum haidl, dan jika tidak maka sebagai darah rusak/istihadlah. Misalnya:
Perhatian:
1. Apabila nifas mencapai batas paling lama 60 hari lalu suci kemudian darah keluar lagi, maka darah yang kedua ini adalah haidl jika memenuhi ketentuan-ketentuan hukum haidl dan jika tidak, maka adalah darah rusak/istihadlah. Sebab masa suci yang memisah antara nifas paling lama dan haidl itu tidak harus mencapai 15 hari, tetapi asal ada masa suci yang memisah walaupun sebentar. Misalnya:
2. Dalam nifas ada istilah ‘adadan dan hukman. Yang dimaksud nifas ‘adadan ialah masa naqa’ yang tidak mencapai 15 hari yang terjadi antara usai melahirkan dan datangnya darah. Di dalam hal ini masa naqa’ dihitung sebagai masa nifas, namun tidak berlaku hukum nifas, akan tetapi hukumnya suci. Sedang yang dimaksud nifas hukman adalah masa keluarnya darah atau masa naqa’ diantara dua darah yang tidak mencapai 15 hari. Jadi nifas ‘adadan bukan nifas hukman karena hukumnya suci, sedang nifas hukman pasti ‘adadan dan hukumnya nifas. Misalnya:


2.4 Mandi Nifas
Mandi karena nifas tidaklah berbeda dengan mandi karena haidl, sebab keduanya sama-sama termasuk hadats besar. Adapun ungkapan niatnya:
نويت الغسل لرفع الحدث الأكبر/ لرفع حدث النفاس لله تعالى
Ada satu hal yang perlu diperhatikan yaitu mandi karena melahirkan. Mandi karena melahirkan dank arena nifas adalah sama-sama wajib hukumnya, hanya saja penyebabnya yang berbeda, yaitu yang satu melahirkan dan yang lainnya nifas. Semestinya kedua mandi ini pelaksanaannya juga berbeda, akan tetapi pada kenyataannya tidaklah harus demikian. Sebab dalam hal ini masih harus melihat waktu kapan datangnya nifas. Apabila darah nifas keluarnya persis usai melahirkan atau ada jarak atau masa naqa’ yang memisah namun terjadi di luar waktu shalat, maka mandi karena melahirkan dilaksanakan pada saat nifas telah usai, sehingga dalam hal ini satu kali mandi diniati dua sekaligus, yaitu karena melahirkan dan nifas. Adapun ungkapan niatnya:
نويت الغسل لرفع حدث الولادة والنفاس لله تعالى
Sebaliknya apabila jarak (naqa’) yang memisah antara melahirkan dan datangnya nifas berada di dalam waktunya shalat, maka mandi karena melahirkan wajib dilaksanakan ketika itu pula, sebab yang bersangkutan (yang melahirkan) saat itu berkewajiban melaksanakan shalat.
Ungkapan niatnya:
نويت الغسل لرفع حدث الولادة لله تعالى
Sedang mandi nifasnya dilakukan pada saat sesudah usainya nifas.
I. Perkara-perkara yang diharamkan karena haidl atau nifas, yaitu:
1. Shalat baik fardlu ataupun sunnah
2. Sujud syukur
3. Sujud tilawah
4. Thawaf (berputar mengelilingi ka’bah)
5. Puasa baik wajib maupun sunnah
6. Berdiam di dalam masjid baik dengan niat I’tikaf atau tidak
7. Membaca Al-Qur’an
8. Menyentuh atau membawa mushaf
9. Bersuci baik mandi atau wudlu        
10. Berhubungan badan antara suami istri
11. Dicerai atau ditalak suami
12. Bersenang-senang dengan suaminya pada bagian badan antara pusar dan lutut
II. Perkara-perkara yang diperbolehkan sesudah usainya haidl atau nifas ketika belum mandi, yaitu:
1. Puasa
2. Dicerai suami
3. Bersuci
4. Shalat bagi orang yang tidak mendapatkan air atau debu















BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Melengkapi dan sekaligus menutup pembahasan pada bab-bab terdahulu, disini ada tiga topic penting yang perlu di mengerti dan di harapkan keterangan pada bab penutup ini meuaskan adanya. Adapun tiga topic yang di maksud di atas yaitu :
I. Perkara-perkara yang diharamkan karena haidl atau nifas, yaitu :
1. Sholat baik fardlu ataupun sunnah.
2. Sujud syukur.
3. Sujud tilawah.
4. Thawaf (berputar mengelilingi ka’bah)
5. Puasa baik wajib atau sunnah.
6. Berdiam dalam masjid baik dengan niat I’tikaf atau tidak.
7. Membaca Al-qur’an.
8. Menyentuh atau membawa mushaf.
9. Bersuci baik mandi atau wudlu.
10. Berhubungan badan antara suami istri.
11. Dicerai atau di talak suami.
12. Bersenang-senang dengan suami pada bagian badan antara pusar dan lutut.


II. Perkara-perkara yang diperbolehkan sesudah usainya haidl atau nifas ketika mandi, yaitu :
1. Puasa.
2. Dicerai suami.
3. Bersuci.
4. Sholat bagi orang yang tidak mendapatkan air atau debu.
III. Ragam masalah
Pada topic yang ketiga ini akan dijelaskan tentang hukumnya beberapa kejadian yang banyak dialami oleh kaum wanita, utamanya yang berhubungan dengan kondisi hadats.

3.2 saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan pedoman kita dalam melangkah dan bias menjaga akhlak terhadap diri sendiri. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.



No comments:

Post a Comment